Rabu, 20 Januari 2010

Arsitektur Tradisional Lombok

1.Arsitektur tradisional suku Sasak
Rumah bukan sekedar tempat hunian yang multifungsi, melainkan juga punya nilai estetika dan pesan-pesan filosofi bagi penghuninya, baik arsitektur maupun tata ruangnya. Itu terlihat pada rumah tradisional suku Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat, seperti di Dusun Limbungan Desa Perigi Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur dan di Dusun Sade Desa Rambitan Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.

Rumah mempunyai posisi penting dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai tempat individu dan keluarganya berlindung secara jasmani dan memenuhi kebutuhan spiritualnya. Oleh karena itulah, jika kita memperhatikan bangunan rumah tradisional secara seksama, maka kita akan menemukan bahwa rumah tradisional dibangun berdasarkan nilai estetika masyarakatnya, seperti halnya rumah tradisional suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Rumah tradisional suku Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5 sampai 2 meter dari permukaan tanah (fondasi). Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu (bedeq), hanya mempunyai satu pintu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya.
Ruangannya (rong) dibagi menjadi ‘bale luar’ (rumah bagian luar) dan ‘bale dalem’ (rumah bagian dalam). Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dengan sistem geser atu ’sorong’ dan ’undaq-undaq’ (tiga anak tangga) yang digunakan sebagai penghubung antara bale luar dan bale dalem. Lantainya rumah tradisional suku Sasak berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau/kuda, getah, dan abu jerami.

Hal lain yang cukup menarik diperhatikan dari rumah tradisional suku Sasak adalah pola pembangunannya. Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata untuk mememenuhi kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok. Karena konsep itulah, maka komplek perumahan tradisional suku Sasak tampak teratur seperti menggambarkan kehidupan harmoni penduduk setempat.
Dalam masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral (suci) dan profan duniawi secara bersamaan. Artinya, rumah tradisional suku Sasak disamping sebagai tempat berlindung dan berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya ritual-ritual sakral yang merupakan manifestasi dari keyakinan kepada Tuhan, arwah nenek moyang (papuq baluq), epen bale (penunggu rumah), dan sebaginya.

2.Ciri khas arsitektur tradisional suku Sasak
Seluruh bahan bangunan (seperti kayu dan bambu) untuk membuat rumah adat Sasak didapatkan dari lingkungan sekitar, bahkan untuk menyambung bagian-bagian kayu tersebut, mereka menggunakan paku yang terbuat dari bambu. Rumah tradisional suku Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah dan tidak memiliki jendela.

Adapun ciri khas dari arsitektur tradisional suku Sasak, antara lain :
a.Atap rumah tradisional suku Sasak terbuat dari jerami
b.Dinding rumah tradisional suku Sasak terbuat dari ‘bedeq’ (anyaman bambu)

c.Lantai rumah dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan abu jerami. Campuran tanah liat dan kotoran kerbau membuat lantai tanah mengeras, sekeras semen. Pengetahuan membuat lantai dengan cara tersebut diwarisi oleh nenek moyang mereka.

d.‘Undaq – undaq’ (tangga) berfungsi untuk menghubungkan antara ‘bale dalem’ (rumah bagian dalam) dan ‘bale luar’ (rumah bagian luar). Terbuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau agar mengeras seperti semen. Biasanya terdiri dari tiga susun anak tangga.

e.‘Berugaq / sekepat’ mempunyai bentuk segi empat sama sisi (bujur sangkar) tanpa dinding, penyangganya terbuat dari kayu, bambu dan alang-alang sebagai atapnya. Berugaq atau sekepat biasanya terdapat di depan samping kiri atau kanan rumah tradisional suku Sasak. Berugaq/sekepat ini didirikan setelah dibuatkan pondasi terlebih dahulu kemudian didirikan tiangnya. Di antara keempat tiang tersebut, dibuat lantai dari papan kayu atau bilah bambu yang dianyam dengan tali pintal (Peppit) dengan ketinggian 40–50 cm di atas permukaan tanah. Fungsi dan kegunaan berugaq/sekepat adalah sebagai tempat menerima tamu, karena menurut kebiasaan orang Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah. Berugaq/sekepat juga digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk menerima pemuda yang datang ‘midang’ (melamar).

f.Sambi / lumbung merupakan tempat menyimpan hasil pertanian masyarakat. Ada beberapa macam bentuk sambi, antara lain sambi sejenis lumbung berbentuk rumah panggung. Bagian atas sambi ini dipergunakan sebagai tempat menyimpan hasil pertanian, sedangkan bagian bawahnya dipergunakan sebagai tempat tidur atau tempat menerima tamu. Ada juga sambi yang atapnya diperlebar sehingga pada bagian bawahnya dapat digunakan sebagai tempat menumbuk padi (lilih) dan juga tempat duduk-duduk, berupa bale-bale yang alas duduknya dibuat dari bilah bambu dan papan kayu. Semua sambi selalu dilengkapi dengan tangga untuk naik dan di dalamnya juga memiliki tangga untuk turun ke dalam.(Suparman, Kepala Dusun Limbungan, 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar